Kenalin, gue Dita, gue duduk di kelas XI. SMA Bumi Indah tepatnya, gue kini menjadi anak Ipa2. Saat kelas X, gue duduk di kelas X5 yang akhirnya gue mesti pindah ke kelas X8. Itu membuat gue sedikit kecewa karena gue udah mulai terbiasa deket sama anak- anak kelas X5. Saat gue duduk di kelas X5, gue sering banget cerita cerita sama temen sebangku gue, Rissa namanya. Bisa dibilang dia sahabat gue. Dia orangnya baik, periang pula. Dari hal yang kecil sering banget gue curhat sama dia. Saat itu..
Gue hanya tersenyum,
“Hey, ditanya malah senyum-senyum ga jelas.” Pintanya seraya jawabanlah yang ingin dia dengar bukan isyarat senyuman yang gue tunjukkin ke dia.
“Masih sama” jawab gue singkat. Sepertinya Rissa agak terlihat sedikit bingung dengan jawaban gue tadi. “Perasaan gue masih sama pada saat gue cerita sama lo tentang siapa orang yang gue suka.” jawab gue memperjelas, tapi masih tak menyebutkan namanya.
“Rangga?” suaranya keras, mungkin hampir memecahkan suasana. Dia yakin sekali dengan jawabannya. Ya, Rangga. Seorang kakak kelas yang cool.
“Ih, berisik lo, ntar gimana kalau ada yang denger!” tangan gue membungkam mulutnya.
Dia mengangguk, dan memberi isyarat untuk melepaskan tangan gue dari bungkamannya. “Nah terus, sekarang lo suka sama siapa?” tanya gue membalas pertanyaan yang sempat tadi lontarkan, dan sekarang giliran gue.
“Lo tau ga yang namanya Agung, kelas X1. Lucu banget tau, gue suka sama dia sekarang. Lo tau kan orangnya yang mana?”
“Engga,” jawab gue datar singkat dan jelas banget.
“Ah, lo udah gue cerita, lo malah bilang ga tau dengan wajah yang tanpa dosa kaya gitu” protesnya disertai dengan wajah yang cemberut dan tanpa gairah.
“Lah, emang gue ga tau Riss”
“Ya udah, ntar gue tunjukkin deh orangnya ke lo. Gimana?”
“Iya iya”
Sayangnya, sebelum Rissa menunjukkan mana orang yang bernama Agung tersebut, gue udah dipindahin ke kelas X8. Karena itu berarti, kemungkinan gue ketemu sama Rissa udah jarang dan mungkin acara curhat-curhatan gue sama dia selama ini ga akan berjalan normal seperti saat itu.
***
Waktu emang ga kerasa banget yang gue rasain sekarang, waktu seperti petir yang menyambar dengan seketika. Gue udah kelas XI.
“Itu siapa? Perasaan gue ga pernah liat. Anak baru ya?” tanya gue ke salah seorang temen gue. Gue udah lupa sama Rangga yang ga pernah tau dan mungkin ga penting keberadaan gue di hidupnya.
“Ah, engga juga ko. Tapi gue ga tau siapa namanya” jawabnya.
Mungkin itu pertanyaan bodoh yang hanya untuk mengenal dan mengetahui namanya. Dan mungkin pula gue suka sama dia. Dan sialnya, temen gue juga ga tau siapa nama dia. Tapi dikatakan dengan suka selewat saja, karena perasaan gue saat itu ke dia, hanya datang tiba-tiba dan pergi pun tiba-tiba. Tapi, semua berubah saat gue pernah berdiri deketan sama dia di Koperasi sekolah. Gue rasa ada yang beda dari dia.
Hari demi hari, gue pun akhirnya tau kelasnya, XIA5. Tapi, tetep gue belum tau siapa namanya. Gengsi dong kalau gue tanya langsung, gue kan cewek. Dan akhirnya gue punya ide buat nanyain namanya lewat temen gue yang kebetulan juga duduk di kelas yang sama kaya dia, Tia.
***
“Hm, Ti, itu siapa?” tanya gue penasaran sambil menunjuk ke arah cowok yang gue maksud.
“Hayo, kenapa suka ya?”
“Suka? Ah engga,”
“Ya udah sih, ngaku aja. Kayak ke siapa aja pake acara rahasia segala”
Gue ga jawab, tapi gue cuma senyum.
“Namanya Agung” bisiknya.
Gue terdiam, gue ngerasa nama itu pernah terngiang di telinga gue. Tapi kapan? Seolah namanya udah familiar gue denger. Sampai akhirnya gue inget, bahwa cowok yang dimaksud Rissa adalah dia. Gue masih diam, membisu dan kaku. Tia yang aneh ngeliat gue kaya gitu, nepuk-nepuk bahu gue.
“Namanya Agung, ada yang salah?” dia mengulang sekali lagi.
Gue menggeleng pelan, “Ga ada yang salah dengan nama itu, tapi kayanya hati gue yang salah milih”
“Maksud lo?” tanyanya heran.
“Gue jahat kayaknya kalau gue suka sama dia”
“Kenapa? Rasa suka itu kan wajar”
“Tapi, temen gue juga pernah suka sama dia”
“Mungkin sekarang udah engga”
“Tapi, tetep aja gue ga enak sama dia”
***
Ternyata, rasa itu emang ga akan pernah bisa bohong siapa pun dia, ga akan pernah bisa ngehalangin yang namanya suka. Dan itu berlangsung lama, entah sampai kapan gue bisa ngilangin rasa suka gue ke dia.
Sepertinya dia udah ngerasa GR dengan keberadaan gue yang ga bisa nahan rasa salting gue di depan dia. Dan itu membuat gue merah kaya tomat, mungkin lebih tepatnya mirip kaya tomat mateng yang hampir membusuk. Setiap dia hadir di hadapan gue, gue selalu pengen senyum-senyum ga jelas sendiri. Dan satu hal lagi, saat setiap gue nginget dia, gue juga selalu selalu ngerasa bersalah, karena dia adalah orang yang dimaksud dan diceritakan oleh sahabat gue, Rissa. Kadang, gue juga sering marah sama diri gue sendiri, kenapa gue bisa sampai suka sama itu orang. Yang gue takutin saat ini, yaitu dia tau tentang perasaan gue ke dia bahkan yang lebih gue takutin lagi yaitu dia sampe nembak gue.
***
Saat gue terdiam duduk di bangku yang tersedia di depan kelas gue, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang datang menghampiri gue. Gue kaget pas gue nengok ke arah datangnya laki-laki tersebut. Dia ternyata, Agung. Gue bingung, dan otomatis gue juga mendadak salting. Gue berusaha buat nutupin rasa salting gue yang amat sangat buat gue malu kalau ketauan sama dia. Disitu, gue terus diem. Sampai-sampai dia yang pertama memecahkan keheningan suasana waktu itu.
“Hei,” sapanya
“Hei juga” jawab gue singkat. Gue pura-pura sibuk dengan handphone yang gue pegang. Karena disitu, gue bingung mesti ngapain.
Percakapan antara gue sama dia singkat banget. Dia pergi sama temennya yang kebetulan sekelas sama gue, dan kata terakhir sebelum dia pergi ninggalin gue “Gue cabut dulu ya” ucapnya. Gue mengangguk dan tersenyum.
Gue langsung masuk ke kelas dan berteriak saking senengnya. Tapi, setelah gue ngeluarin rasa seneng gue dengan berteriak, gue langsung mendadak mikirin Rissa. Rissa, sahabat gue yang juga suka sama dia.
***
Kesini-kesini rasanya ada yang tampak berbeda dengan kelakuan dia. Sampai di sms pun pesannya memberikan perhatian yang selalu buat gue lompat-lompat. Ya, entah dari mana dia dapet nomor gue, mungkin dari temennya yang sekelas sama gue, Dika.
Lama kelamaan gue deket sama dia. Mungkin hanya dibutuhkan satu langkah lagi untuk bisa milikin dia. Di sisi lain, gue seneng bisa deket sama dia, bisa smsan, bercanda. Tapi, di sisi lain pula gue ngerasa bingung dengan diri gue sendiri. Apakah gue mesti tetep deket sama dia atau gue mesti cuek sama dia demi Rissa? Gue bingung saat-saat gue mikirin akan hal itu.
***
Hal yang gue bener-bener takutin saat ini terjadi. Agung nembak gue, dan ini berarti gue harus bener-bener mutusin dengan benar agar semuanya ga jadi hancur, termasuk persahabatan gue sama Rissa.
(ShortMessageService)
Agung
Ada yang mesti gue omongin sama lo
Dita
ya udah ngomong aja Gung, ada apa?
ya udah ngomong aja Gung, ada apa?
Agung
Gue suka sama lo Dit, hehe
Dita
Lo ga salah ketik tuh Gung?
Agung
Engga, terus gimana jawabannya, lo mau ga jadi pacar gue?
Gue bingung, gue nangis, gue ga tau apa yang mesti gue perbuat. Hati gue pengen jadi pacar dia tapi gue juga ga mau persahabatan gue sama Rissa jadi hancur hanya karena seorang cowok. Sampai akhirnya gue mutusin buat ga bales SMS dari dia gue takut salah ngomong. Toh, gue ga punya jawaban buat dia.
Agung terus SMS gue buat bales pesan dari dia. Gue tetep ga bales gue masih tetep nangis sambil meluk boneka Beruang kesayangan gue. Sampai pada akhirnya SMS dia yang terakhir buat gue adalah..
Agung
Kalau emang gue salah dengan cara gue nembak lo dan bikin lo ilfeel sama gue, gue minta maaf dan gue janji, gue ga bakalan masuk ke dalam kehidupan lo lagi. Thanks ya Dita
Gue ngerasa bersalah. Gue pikir-pikir gimana semuanya biar berjalan lancar. Sampai otak gue hampir copot gra-gara mikirin sebuah ide cemerlang. Gue bales sms dia.
Dita
Gue, bakalan jawab. Lo datang ke taman sekolah, besok sepulang sekolah
Agung
Okay
Setelah percakapan gue dan Agung berakhir malam itu, gue langsung ngirim pesan ke Rissa.
Dita
Hai, Rissa, besok gue tunggu lo di taman sekolah ya pulang sekolah
Rissa
Emang ada apaan?
Dita
Penting pokoknya lo mesti datang. Kalau engga, kita musuhan -_-
***
Keesokan harinya, setelah bel pulang berdering. Gue keluar kelas dengan langkah yang super pelan. Ditambah rasa deg-degan gue yang mungkin jantungnya hampir copot. Disana gue lihat dua orang yang sedang duduk di bangku taman sekolah. Gue yakin seyakin-yakinnya bahwa itu adalah Rissa dan Agung. Duduk berduaan dengan Agung di bangku taman sekolah adalah kesempatan buat Rissa. Dan setelah gue mendekati mereka, ternyata mereka adalah Agung dan Rissa. Gue berdiri tegak tepat di tengah-tengah hadapan mereka. Mereka terbangun.
“Dita, ada apa nyuruh gue kesini?” sapa dan tanya Rissa, gue cuma bales dengan senyuman.
“Gimana jawabannya?” tanya Agung. Rissa terlihat kaget dan bingung dan spontan menoreh ke wajah kami berdua. Gue masih terdiam, mata gue berair. Dengan hitungan detik pun mungkin siap untuk menetes.
Gue bales pertanyaan mereka berdua dengan jawaban yang sama yaitu air mata. Menetes. Gue fokusin mata gue, tepat ke arah titik sinar fokus mata Agung seraya berkata “Dia yang selama ini suka sama lo”. Agung seolah heran dengan perkataan gue tapi, belum aja Agung ngerespon dengan mengucap satu kata, gue langsung ngomong “Lo bisa kan belajar sayang sama dia seperti lo belajar sayang sama gue.”
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang gue lontarkan. gue meluk Rissa erat dan hendak menepuk-nepuk punggungnya. Setelah itu gue pergi meninggalkan Rissa dan Agung berdua di Taman. Ga jauh gue pergi dari situ. Terdengar jelas ada seseorang yang manggil nama gue.
“Ditaaaa..”
Gue nengok ke arah datangnya suara itu. Gue liat yang manggil gue itu Rissa. Gue langsung hapus air mata gue yang ada di pipi gue. Gue ga mau keliatan cengeng di hadapan dia. Gue harus tegar. Rissa mendekat dan menyeret gue ke ke tempat semula pertemuan antara gue, Rissa dan Agung.
“Dit, kenapa lo ngerelain dia buat gue?”
“Lo kan pernah cerita kalau lo suka banget sama orang yang namanya Agung. Dan inilah orangnya. Gue ga mau persahabatan kita ancur.”
“Lo bener, gue emang suka sama dia. Tapi kata suka itu menjadi PERNAH suka. “
Gue bingung dan terlihat aneh saat itu. Gue ga ngerti apa yang dibicarain sama Rissa. Gue liat Agung juga cuma diem, bingung. Rissa yang bisa nebak kalau gue saat itu emang bener-bener bingung dan ga ngerti, Rissa meneruskan perkataannya untuk memperjelas.
“Dulu, emang gue pernah suka sama dia. Tapi sekarang, kayanya engga Dit.”
“Kenapa?” potong gue.
Lalu ada seorang cowok keren mendekat ke arah dimana adanya konflik diantara kami bertiga. Dia tepat senyum ke arah Rissa.
“Ini cowok gue. Gue sayang banget sama dia” Rissa memperkenalkan cowok keren itu.
“Hei, gue Nino.” katanya sambil menyodorkan tangannya. Gue sambut ramah.
“Dita, dan itu Agung” jawab gue. Dan sekalian memperkenalkan Agung yang masih duduk membeku di kursi Taman. Ternyata, itu Nino ketua Osis di sekolah gue.
“Nah, sekarang lo sama Agung resmi jadian” dia membangunkan Agung yang duduk dan mendekatkannya ke gue. Dia tarik tangan gue dan tangan Agung. Hingga akhirnya tangan gue berpegangan sama tangan dia. Gue tengok ke samping, tepat mata Agung. Dia pun sama, sampai mata gue dan mata dia menatap tepat lingkaran hitam bola matanya. Gue dan dia tersenyum manis berbarengan. Karena akhirnya, kenyataan menjawab khayalan gue :)
Posting Komentar