Angin berhembus melewati tubuh yang renta ini, tiupannya membawaku kedalam kesunyian yang begitu mencekam. Tiba-tiba saat kesunyian itu datang, pikiran melayang, frustasi, tetesan air terus keluar tak berhenti dan tak ada hentinya, kau datang dengan kehangatan, kau datang dengan seuntai kata yang bermakna, menghidupkan hati, mencairkan jiwa yang kaku, kau memberi segaris senyuman yang berarti untuk hidupku dan mengganti hari menjadi pelangi bukan hujan lagi.
“kau tak usah bersedih, terisak-isak seperti itu. Biarlah awan itu mendung di tengah hari, namun hatimu tak usah mendung seperti ini, itulah hidup harus dijalani walau perih menyesakkan hati, itulah cinta yang menyakitkan walau bahagia kadang menghampiri.” Ucapnya kala itu menyejukkan hati ini. “ya, kau benar aku tak perlu bersedih seperti ini, belum tentu dia tersedu-sedu sepertiku ini.”balasku menatapnya dalam. Masih teringat kata-kata itu dalam benakku saat awal perkenalan kita.
Langit seperti mendukung aku dan kau, kita berjalan di langit yang berwarna jingga kemerahan, sangat indah. Itulah yang kurasakan saat dekat denganmu. “kau senang?”tanyanya tersenyum. “ya, tentu!” jawabku yakin sekali. Kau selalu ada saat aku sendiri, terpuruk olehnya, kau memberi aku kata yang berharga, membuat segaris senyum di bibirku. Kau membuat hidup ini berbeda.
Riki itulah kau yang membuat hari-hari ini selalu berbeda dan bermakna. Aku ingat saat aku benar-benar sangat tersudutkan oleh semua orang, hanya kau yang memberiku secercah semangat. “daripada kau bersedih menatap bulan purnama itu, lebih baik kita mendengarkan lagu ini bersama untuk menghibur hati kita yang sedang lara?”tawarnya menyunggingkan seulas senyuman. Aku mengangguk duduk didekatnya dan bersandar pada pundaknya yang nyaman.
Beberapa bulan aku berbincang dengan Riki, bersenda gurau, berkeluh kesah, mengakrabkan diri, aku memutuskan bahwa dia adalah orang yang terbaik dalam hidup ini, aku meninggalkan laki-laki yang selalu menyakitiku yaitu Firman, aku rasa dia bukan laki-laki yang membuat hidupku baik. “maafkan aku, aku rasa kita lebih baik berteman. Jika kita ditakdirkan bersama kembali Tuhan akan menyatukan kita kembali, namun saat ini takdir kita harus berpisah. Maafkanlah aku!”ucapku saat itu dengan tangis terisak-isak tak tega. “ya, aku mengerti. Maaf aku bukan orang yang terbaik untukmu.”jawab Firman kecewa dan berlalu.
Tanggal 24 September 2010, aku memutuskan untuk berkomitmen dengan Riki, aku rasa saat itulah yang terbaik untukku. Apapun yang terjadi, risiko apapun aku siap menghadapinya. “aku menyayangimu” kata yang takkan pernah ku lupakan. “aku juga menyayangimu”balasku penuh keyakinan. Hari itulah aku begitu yakin bahwa Riki adalah orang yang begitu berarti di hidupku.
Hari-hari aku jalani bersama Riki, permasalahan begitu banyak menghampiri kita berdua, mulai dari ulah Firman yang menganggu hidupku dengan terornya yang menyeramkan. Aku dan Riki hanya bisa bersabar dengan apa yang dilakukan Firman, berkali-kali aku berbicara dengan Firman dan meminta maaf jika kesalahanku takkan pernah termaafkan. Akhirnya Firman menyerah, dan dia menerima bahwa aku bukan miliknya lagi.
Kejadian itu tak terulang kembali, hubungan aku dan Riki kian membaik hari demi hari, bulan demi bulan tak terasa dia sudah bisa mengakrabkan diri dengan semua anggota keluargaku dan itu membuat hubungan kami lebih baik. Aku dan keluarga Riki pun telah akrab dan kami seringkali berkunjung satu sama lain. Hal tersebut sangat mendukung hubungan kami. Walaupun kadang kala dalam cerita cinta kita ada masalah yang membuat kita berseteru namun aku anggap hal tersebut adalah langkah untuk mendewasakan diri dan aku dan Riki selalu mengambil hikmah dari masalah tersebut. “maafkan aku, Nisa!”ucapnya meminta maaf. “ya, Ki. Maafkan aku juga. Aku tak seharusnya seperti itu.”jawabku lemas. “sudahlah, ini masalah jangan sampai terulang kembali. Anggap ini menjadikan kita lebih dewasa, ok?” balas Riki bijak. “iya, masalah seperti ini adalah hal yang wajar dalam suatu hubungan.” Ucapku semangat.
Setahun sudah aku dan Riki menjalani hari dengan senyuman, amarah, keegoisan, kesedihan, dan kebahagiaan. Semua itu adalah bumbu-bumbu dalam hidup, kadang sedih dan kadang bahagia. “happy anniversary!”ucapku sangat senang dan memeluknya erat. “happy anniversary too, Nisa!”jawabnya tersenyum bahagia. “semoga hubungan kita selalu langgeung dan Tuhan mengijinkan kita untuk selalu bersama,amin!”balasku berharap. “amin…aku menyayangimu Nisa!”ucapnya mencium keningku. “aku juga Ki, sangat menyayangimu!”jawabku sangat yakin.
Karena aku dan Riki berbeda kampus dan jurusan, kami sering tak bertemu. Itu bukan masalah bagi aku dan Riki karena Riki mempunyai kesibukan dengan kampusnya. Kita berdua sudah memasuki semester 2 kali ini, dan saatnya Riki praktek kerja lapangan di luar kampus. Karena ia jurusan perhotelan ia praktek di hotel yang ada diluar negeri yaitu Malaysia. Aku tanpa dia selama 6 bulan, saat perpisahan kita berdua aku menangis terisak-isak. “sudahlah, jangan menangis seperti itu, aku pasti kembali. Do’akan saja! Jaga diri kamu baik-baik!”ucapnya menenangkan hati. “ya, aku takkan menangis. Kabari aku jika sudah berada disana!”jawabku masih terisak-isak. “iya, jika aku ada waktu. Aku akan segera mengabarimu, aku sayang kamu.emuach!”ucapnya memelukku dan mencium keningku untuk terakhir kalinya. Ia melepaskan pelukannya dan perlahan berlalu, menoleh kearahku, berjalan perlahan di korodor menuju tempat pesawat akan lepas landas.
Aku tak menyangka dia akan secepat itu pergi,namun hal itu memang sudah direncanakan oleh kampusnya. Aku pun sudah mengetahui sebelumnya, namun saat perpisahan seperti itu aku sungguh shok, hari-hariku tanpa ia seperti apa? Aku sangat merindukan dia, aku akan menunggumu Riki, akan selalu menunggu, hampa hariku tanpa ocehanmu, senyummu, tertawamu, dan segala hal yang ada pada dirimu. Aku menyayangimu Riki.
See you next sixth month later…
“kau tak usah bersedih, terisak-isak seperti itu. Biarlah awan itu mendung di tengah hari, namun hatimu tak usah mendung seperti ini, itulah hidup harus dijalani walau perih menyesakkan hati, itulah cinta yang menyakitkan walau bahagia kadang menghampiri.” Ucapnya kala itu menyejukkan hati ini. “ya, kau benar aku tak perlu bersedih seperti ini, belum tentu dia tersedu-sedu sepertiku ini.”balasku menatapnya dalam. Masih teringat kata-kata itu dalam benakku saat awal perkenalan kita.
Langit seperti mendukung aku dan kau, kita berjalan di langit yang berwarna jingga kemerahan, sangat indah. Itulah yang kurasakan saat dekat denganmu. “kau senang?”tanyanya tersenyum. “ya, tentu!” jawabku yakin sekali. Kau selalu ada saat aku sendiri, terpuruk olehnya, kau memberi aku kata yang berharga, membuat segaris senyum di bibirku. Kau membuat hidup ini berbeda.
Riki itulah kau yang membuat hari-hari ini selalu berbeda dan bermakna. Aku ingat saat aku benar-benar sangat tersudutkan oleh semua orang, hanya kau yang memberiku secercah semangat. “daripada kau bersedih menatap bulan purnama itu, lebih baik kita mendengarkan lagu ini bersama untuk menghibur hati kita yang sedang lara?”tawarnya menyunggingkan seulas senyuman. Aku mengangguk duduk didekatnya dan bersandar pada pundaknya yang nyaman.
Beberapa bulan aku berbincang dengan Riki, bersenda gurau, berkeluh kesah, mengakrabkan diri, aku memutuskan bahwa dia adalah orang yang terbaik dalam hidup ini, aku meninggalkan laki-laki yang selalu menyakitiku yaitu Firman, aku rasa dia bukan laki-laki yang membuat hidupku baik. “maafkan aku, aku rasa kita lebih baik berteman. Jika kita ditakdirkan bersama kembali Tuhan akan menyatukan kita kembali, namun saat ini takdir kita harus berpisah. Maafkanlah aku!”ucapku saat itu dengan tangis terisak-isak tak tega. “ya, aku mengerti. Maaf aku bukan orang yang terbaik untukmu.”jawab Firman kecewa dan berlalu.
Tanggal 24 September 2010, aku memutuskan untuk berkomitmen dengan Riki, aku rasa saat itulah yang terbaik untukku. Apapun yang terjadi, risiko apapun aku siap menghadapinya. “aku menyayangimu” kata yang takkan pernah ku lupakan. “aku juga menyayangimu”balasku penuh keyakinan. Hari itulah aku begitu yakin bahwa Riki adalah orang yang begitu berarti di hidupku.
Hari-hari aku jalani bersama Riki, permasalahan begitu banyak menghampiri kita berdua, mulai dari ulah Firman yang menganggu hidupku dengan terornya yang menyeramkan. Aku dan Riki hanya bisa bersabar dengan apa yang dilakukan Firman, berkali-kali aku berbicara dengan Firman dan meminta maaf jika kesalahanku takkan pernah termaafkan. Akhirnya Firman menyerah, dan dia menerima bahwa aku bukan miliknya lagi.
Kejadian itu tak terulang kembali, hubungan aku dan Riki kian membaik hari demi hari, bulan demi bulan tak terasa dia sudah bisa mengakrabkan diri dengan semua anggota keluargaku dan itu membuat hubungan kami lebih baik. Aku dan keluarga Riki pun telah akrab dan kami seringkali berkunjung satu sama lain. Hal tersebut sangat mendukung hubungan kami. Walaupun kadang kala dalam cerita cinta kita ada masalah yang membuat kita berseteru namun aku anggap hal tersebut adalah langkah untuk mendewasakan diri dan aku dan Riki selalu mengambil hikmah dari masalah tersebut. “maafkan aku, Nisa!”ucapnya meminta maaf. “ya, Ki. Maafkan aku juga. Aku tak seharusnya seperti itu.”jawabku lemas. “sudahlah, ini masalah jangan sampai terulang kembali. Anggap ini menjadikan kita lebih dewasa, ok?” balas Riki bijak. “iya, masalah seperti ini adalah hal yang wajar dalam suatu hubungan.” Ucapku semangat.
Setahun sudah aku dan Riki menjalani hari dengan senyuman, amarah, keegoisan, kesedihan, dan kebahagiaan. Semua itu adalah bumbu-bumbu dalam hidup, kadang sedih dan kadang bahagia. “happy anniversary!”ucapku sangat senang dan memeluknya erat. “happy anniversary too, Nisa!”jawabnya tersenyum bahagia. “semoga hubungan kita selalu langgeung dan Tuhan mengijinkan kita untuk selalu bersama,amin!”balasku berharap. “amin…aku menyayangimu Nisa!”ucapnya mencium keningku. “aku juga Ki, sangat menyayangimu!”jawabku sangat yakin.
Karena aku dan Riki berbeda kampus dan jurusan, kami sering tak bertemu. Itu bukan masalah bagi aku dan Riki karena Riki mempunyai kesibukan dengan kampusnya. Kita berdua sudah memasuki semester 2 kali ini, dan saatnya Riki praktek kerja lapangan di luar kampus. Karena ia jurusan perhotelan ia praktek di hotel yang ada diluar negeri yaitu Malaysia. Aku tanpa dia selama 6 bulan, saat perpisahan kita berdua aku menangis terisak-isak. “sudahlah, jangan menangis seperti itu, aku pasti kembali. Do’akan saja! Jaga diri kamu baik-baik!”ucapnya menenangkan hati. “ya, aku takkan menangis. Kabari aku jika sudah berada disana!”jawabku masih terisak-isak. “iya, jika aku ada waktu. Aku akan segera mengabarimu, aku sayang kamu.emuach!”ucapnya memelukku dan mencium keningku untuk terakhir kalinya. Ia melepaskan pelukannya dan perlahan berlalu, menoleh kearahku, berjalan perlahan di korodor menuju tempat pesawat akan lepas landas.
Aku tak menyangka dia akan secepat itu pergi,namun hal itu memang sudah direncanakan oleh kampusnya. Aku pun sudah mengetahui sebelumnya, namun saat perpisahan seperti itu aku sungguh shok, hari-hariku tanpa ia seperti apa? Aku sangat merindukan dia, aku akan menunggumu Riki, akan selalu menunggu, hampa hariku tanpa ocehanmu, senyummu, tertawamu, dan segala hal yang ada pada dirimu. Aku menyayangimu Riki.
See you next sixth month later…
Posting Komentar